Perkiraan Perkembangan Saham Pada 30 January 2016

Berkat keberhasilan Dow Jones menembus level 20.000 pada pekan lalu, IHSG ikut menanjak seiring dengan penguatan Dow Jones. Namun, aksi para trader yang melakukan aksi profit taking memanfaatkan rebound dari IHSG, menyebabkan terjadi koreksi terhadap IHSG. Meskipun begitu, investor asing masih terus lakukan aksi net buy di tengah koreksi IHSG tersebut.


Sementara itu, World Bank memperkirakan adanya potensi peningkatan harga-harga komoditas energi dan logam. Berita tersebut membuat batubara, minyak dan logam menjadi komoditas paling diminati pada tahun 2017 ini. Bagaimana isi dari perkiraan World Bank tersebut? Apa yang menjadi penyebab penguatan di sektor itu? Bagaimana dampaknya di sektor mining? Simak pembahasannya pada hari ini, hanya di #Kopipagi 30 Januari 2017.

Sebelum kita masuk ke pembahasan kita hari ini? Mari kita lihat review perdagangan pekan kemarin.

IHSG pada pekan lalu ditutup melemah -0,09% di level 5,312.84. Meskipun ditengah pelemahan itu, Investor asing masih terus catatkan net buy sebesar Rp 379,91 milliar. Koreksi yang terjadi terhadap IHSG ini akibat efek dari beberapa faktor di dalam dan luar negeri. Salah satunya ialah rencana Trump yang akan membangun tembok memisahkan Mexico dan Amerika, serta debat Cagub yang terjadi pada Jumat malam kemarin.

Debat tersebut tidak hanya soal pemilihan Gubernur saja, akan tetapi menyangkut 70% keadaan ekonomi di Jakarta dan perkembangan Jakarta kedepannya. Sementara itu, Dow Jones juga terkoreksi pada perdagangan Jumat kemarin, dengan pelemahan sebesar -0,04% ke level 20,093.78

Sementara saya lihat hari ini IHSG masih akan bergerak dalam range 5250-5320.

Harga Komoditas dan Logam Akan menguat

World Bank memperkirakan peningkatan yang signifikan tehadap harga komoditas industri, seperti energi dan logam, pada 2017 akibat pengetatan pasokan serta pertumbuhan permintaan. Di sektor minyak, Dalam laporan bertajuk Commodity Markets Outlook Januari 2017, World Bank mempertahankan prediksi rerata harga minyak mentah pada tahun ini melompat 29% year on year (yoy) menjadi US$55 per barel dari 2016 senilai US$43 per barel.

Proyeksi tersebut mengasumsikan adanya realisasi pembatasan produksi minyak dari Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan negara produsen minyak lainnya. Kesepakatan pemangkasan suplai perlu dilakukan karena sudah lama tingkat produksi tidak terkendali.

Di sektor logam, World Bank juga menaikkan proyeksi pertumbuhan harga logam menjadi 11% yoy pada 2017, dibandingkan laporan medio Oktober 2016 yang menyebutkan kenaikan hanya 4% yoy. Hal ini dipicu adanya pengetatan pasokan serta permintaan yang kuat dari China dan sejumlah negara maju lainnya. Adapun harga tembaga terdorong oleh proyeksi meningkatnya penyerapan untuk pembangunan infrstruktur skala besar di Amerika dan China.

Oleh karena itu, pada 2017 harga berpotensi menguat ke area US$7.000-an per ton. Presiden Amerika Donald Trump berjanji mengalokasikan dana US$ 550 miliar dalam rencana lima tahun untuk membangun jalan, bandara, dan jembatan. Adapun Negeri Panda sudah menginvestasikan US$1,4 triliun dalam 10 bulan pertama 2016 untuk infrastruktur seperti jalan, rel kereta api, dan jaringan telekomunikasi.

Selain itu, dalam rubrik 'fokus khusus' Commodity Markets Outlook Januari 2017, World Bank menunjukkan bagaimana komoditas ekspor di negara berkembang emerging market and developing economies (EMDEs) mengalami perlambatan karena menurun dari 7,1% pada 2010 menjadi 1,6% pada 2015. Pelemahan investasi, baik dari pemerintah ataupun swasta, menghalangi berbagai kegiatan eskpor di dalam negara-negara EMDEs.

Apa Dampaknya?

Proyeksi kenaikan harga komoditas oleh World Bank ini tentunya akan memberikan sentimen positif bagi saham-saham di sektor mining. Termasuk saham-saham group Bakrie yang mulai berjoged. Jika Anda mengikuti dan memperhatikan dengan baik, sejak bulan Nov - Des sudah beberapa kali ada sounding mengenai akan bangkitnya lagi saham ENRG, DEWA, dan sejenisnya menyusul kebangkitan BUMI dan BRMS.

Kenaikan harga komoditas ini juga bisa dimanfaatkan oleh Indonesia sebagai peluang untuk tingkatkan pendapatan negara dari hasil ekspor komoditas. (Sumber dari Ellen-May Institute)

 Salam

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Perkiraan Perkembangan Saham Pada 30 January 2016